Di jantung Desa Manggisari, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali, berdiri sebuah pohon raksasa yang tidak hanya memikat mata tapi juga menyimpan cerita mistis yang dipercaya secara turun-temurun. Pohon ini dikenal dengan nama Bunut Bolong.
Bunut Bolong, dalam bahasa Bali berarti "pohon beringin berlubang", merupakan pohon besar yang unik karena memiliki lubang alami di batangnya, menciptakan semacam terowongan yang bisa dilalui kendaraan. Tak sekadar keindahan alami, pohon ini telah dianggap sakral oleh masyarakat setempat selama lebih dari satu abad.
Berdasarkan penuturan warga dan sumber pemerintah setempat, pohon ini memiliki tinggi sekitar 40 meter, dengan lubang selebar lima meter di bagian tengah batangnya, dan menjadi jalur jalan raya yang menghubungkan wilayah desa dan kawasan wisata lainnya.
Namun, di balik keindahannya yang eksotis, Bunut Bolong dikenal dengan aura mistis dan berbagai mitos yang berkembang di kalangan masyarakat. Salah satunya adalah larangan bagi pasangan pengantin baru maupun pasangan yang belum menikah untuk melintasi terowongan pohon ini. Mitos tersebut menyebut bahwa hubungan mereka bisa kandas jika nekat melintas.
Di sisi kiri dan kanan pohon terdapat tempat persembahyangan sebagai bentuk penghormatan terhadap energi spiritual yang diyakini bersemayam di sana. Bahkan, masyarakat lokal menganjurkan siapa pun yang melintas untuk membunyikan klakson sebagai simbol "permisi" kepada makhluk tak kasat mata penjaga pohon.
"Pohon ini tidak hanya jadi tempat wisata, tapi juga tempat sakral yang harus dihormati," ungkap salah satu warga yang menjadi juru pelihara pura di sekitar Bunut Bolong.
Dengan latar hutan tropis Bali Barat, jalan berkelok, dan kabut tipis yang sering menyelimuti kawasan ini, Bunut Bolong menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi bagi wisatawan yang menyukai wisata spiritual dan budaya lokal.
Kini, Bunut Bolong bukan hanya dikenal sebagai keajaiban alam, tapi juga sebagai ikon kearifan lokal masyarakat Bali yang memadukan keindahan alam dengan nilai-nilai kepercayaan dan spiritualitas. Pengunjung disarankan untuk menghormati aturan tak tertulis dan menikmati keindahan sambil tetap menjaga etika dan rasa hormat terhadap kearifan budaya setempat.
Bunut Bolong, dalam bahasa Bali berarti "pohon beringin berlubang", merupakan pohon besar yang unik karena memiliki lubang alami di batangnya, menciptakan semacam terowongan yang bisa dilalui kendaraan. Tak sekadar keindahan alami, pohon ini telah dianggap sakral oleh masyarakat setempat selama lebih dari satu abad.
Berdasarkan penuturan warga dan sumber pemerintah setempat, pohon ini memiliki tinggi sekitar 40 meter, dengan lubang selebar lima meter di bagian tengah batangnya, dan menjadi jalur jalan raya yang menghubungkan wilayah desa dan kawasan wisata lainnya.
Namun, di balik keindahannya yang eksotis, Bunut Bolong dikenal dengan aura mistis dan berbagai mitos yang berkembang di kalangan masyarakat. Salah satunya adalah larangan bagi pasangan pengantin baru maupun pasangan yang belum menikah untuk melintasi terowongan pohon ini. Mitos tersebut menyebut bahwa hubungan mereka bisa kandas jika nekat melintas.
Di sisi kiri dan kanan pohon terdapat tempat persembahyangan sebagai bentuk penghormatan terhadap energi spiritual yang diyakini bersemayam di sana. Bahkan, masyarakat lokal menganjurkan siapa pun yang melintas untuk membunyikan klakson sebagai simbol "permisi" kepada makhluk tak kasat mata penjaga pohon.
"Pohon ini tidak hanya jadi tempat wisata, tapi juga tempat sakral yang harus dihormati," ungkap salah satu warga yang menjadi juru pelihara pura di sekitar Bunut Bolong.
Dengan latar hutan tropis Bali Barat, jalan berkelok, dan kabut tipis yang sering menyelimuti kawasan ini, Bunut Bolong menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi bagi wisatawan yang menyukai wisata spiritual dan budaya lokal.
Kini, Bunut Bolong bukan hanya dikenal sebagai keajaiban alam, tapi juga sebagai ikon kearifan lokal masyarakat Bali yang memadukan keindahan alam dengan nilai-nilai kepercayaan dan spiritualitas. Pengunjung disarankan untuk menghormati aturan tak tertulis dan menikmati keindahan sambil tetap menjaga etika dan rasa hormat terhadap kearifan budaya setempat.
(red)
Social Header